W3LC0Me yA UkHti Wa Akhi

WelCoMe Ya UKHti wa AkHi

Minggu, 13 Maret 2011

Metode penelitian


Analisis Faktor-faktor Penyebab Underpricing  pada Penawaran Saham Perdana (IPO) PT. Krakatau Steel Tbk. di Bursa Efek Indonesia

Latar Belakang Masalah
Suatu Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan memerlukan kebutuhan dana yang besar untuk pembiayaan perusahaannya. Kebutuhan akan pembiayaan dapat dipenuhi dari berbagai sumber, yaitu dengan pendanaan dari pengeluaran surat hutang (obligasi), modal sendiri, hutang dari bank atau dari emisi saham. Perusahaan yang belum go public awalnya saham-saham perusahaan tersebut dimiliki oleh manajer-manajernya, sebagian lagi oleh pegawai-pegawai kunci dan hanya sebagian kecil yang dimiliki investor. Menurut Jogiyanto, (2000) apabila saham dijual untuk menambah modal perusahaan, maka saham baru dapat dijual kepada pemegang saham yang sudah ada, dijual kepada karyawan lewat ESOP (employee stock owenership plan), dijual langsung kepada pembeli tunggal (biasanya investor institusi) secara privat ( private placement), dan ditawarkan kepada publik.
Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas akses untuk pendanaan eksternal perusahaan dari pasar modal dalam rangka ekspansi maupun untuk melunasi utang perusahaan. Dana yang didapatkan ini diharapkan akan semakin meningkatkan posisi keuangan perusahaan di samping untuk memperkuat permodalan. Dalam rangka mempertemukan antara pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang kelebihan dana. Maka didirikanlah sebuah lembaga perantara(intermediaries) yaitu Pasar Modal yang akan mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien yang ditunjukkan dengan memilih alternatif investasi yang memberikan return yang paling optimal bagi pihak yang kelebihan dana. Menurut Tandelilin, (2001) Pasar Modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Emiten yang siap melakukan penerbitan saham (Go Public) akan dilakukan di Pasar Perdana dan di pasar perdana inilah perusahaan untuk pertama kalinya menjual sekuritasnya dan proses ini disebut Initial Public Offering (IPO). Dalam proses go public sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek) saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana yang sering disebut initial public offering (IPO). Harga saham yang dijual di pasar perdana (saat  IPO) telah ditentukan terlebih dahulu, sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (penawaran dan permintaan).
Dalam dua mekanisme penentuan harga tersebut sering terjadi perbedaan harga terhadap saham yang sama antara di pasar perdana dan di pasar sekunder. Apabila penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder pada hari pertama, maka terjadi apa yang disebut dengan underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat IPO secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder pada hari pertama, gejala ini disebut dengan overpricing. (Sri Retno Handayani, 2006)
Masalah yang seringkali timbul dari kegiatan IPO adalah terjadinya underpricing yang menunjukkan bahwa sebenarnya harga saham pada waktu penawaran perdana relatif lebih rendah dibanding pada saat diperdagangkan di pasar sekunder. Pada saat perusahaan melakukan IPO, harga saham yang dijual pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi (underwriter), sedangkan harga yang terjadi di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar yang telah ada melalui kekuatan permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Apabila penentuan harga saham pada saat IPO secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama, maka terjadi underpricing. ( Kim, Krinsky dan Lee, 1995)
Dalam berbagai artikel disebutkan  mekanisme harga saham  PT. Krakatau Steel pada saat dilakukan penawaran umum(IPO) dirasa terlalu rendah (underpricing). Ada berbagai alasan yang muncul ketika IPO saham Badan Milik Pemerintah ini dijual di pasar Perdana yaitu: Unais Ali Hisyam dalam siaran persnya menegaskan, penjualan saham perdana PT.  Krakatau Steel dengan harga Rp 850 per lembar saham dinilai underpriced karena sangat tidak masuk akal ditinjau dari empat hal  yaitu, sebelum penetapan harga IPO, PT KS telah berekspektasi harga saham berada di kisaran Rp 950-Rp 1.000 per saham. Padahal ditinjau dari keadaan pasar saham di Indonesia, saat itu sedang mengalami trend strong bullish, ini dapat terlihat dengan trend nilai IHSG yang terus melaju dan mencetak rekor baru yang menguat 4,4 % dan berhasil menembus level psikologis 3.500 di akhir bulan Oktober lalu. Hal lainnya, terlihat dari sisi pasar saham di Indonesia yang sedang mengalami bullish market, permintaan baja dunia kemungkinan rebound (berbalik naik) tahun ini, tumbuh 13,1 % setelah kontraksi pada 2009, dan akan mencapai rekor tinggi pada 2011. Menurut Asosiasi Baja Dunia (WSA) dari keadaan pasar baja yang akan rebound ini pun akan menjadi janggal jika saham perdana IPO KS ditawarkan murah.  Pertimbangan lainnya laporan keuangan Krakatau steel yang menunjukan kinerja yang sangat baik dan positive dengan mencatatkan laba operasional hingga semester I-2010 sebesar Rp 1.218,8 miliar, dari yang sebelumnya mengalami kerugian sebesar Rp 1.142,7 miliar. (Sumber:REPUBLIKA Co.Id)
Argumentasi lain didukung oleh fakta ketika masuk pasar sekunder di hari pertama atau listing perdana, harga sahamnya melesat menyentuh batas autorejection. Saham yang saat IPO dilepas di harga Rp850 itu dalam waktu singkat mentok di harga Rp1.275. (Sumber:okezone.com)
Menteri BUMN Mustafa Abubakar menetapkan harga IPO saham KS sebesar Rp850 per lembar. Dengan begitu dana yang akan diperoleh perusahaan baja "pelat merah" tersebut akan mencapai sekitar Rp2,68 triliun. Namun, sejak diumumkan bahwa harga IPO KS sebesar Rp850 per lembar, maka sejak itu pula pro dan kontra atas penetapan harga itu muncul. Sebagian kalangan menilai harga Rp850 per lembar terlalu murah, bila dibandingkan dengan harga penawaran kepada calon investor pada rentang Rp800 hingga Rp1.150 per lembar. Alasan terlalu murah karena bercermin pada prospek usaha KS yang dinilai bagus, KS merupakan perusahaan milik negara (BUMN), dan  kondisi pasar saham Indonesia yang sangat kondusif. (Sumber:Antara News.com)
Dalam hal ini beberapa pihak mendesak DPR untuk membentuk Pansus IPO Krakatau Steel agar bisa memeriksa para underwriter yakni PT. Mandiri Sekuritas, PT. Bahana Securities, dan PT. Danareksa Sekuritas dan para direksi PT. KS yang menyebabkan harga perdana yang ditawarkan dengan harga pada posisi underpriced. Mengingat PT. KS merupakan pemimpin pasar di Indonesia dan produsen baja terbesar di Asia Tenggara.
Mengutip jurnal penelitian  Gerianta Wirawan Yasa dijelaskan bahwa Underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi (Beatty, 1989; Beatty dan Ritter, 1986). Studi yang memfokuskan asimetri informasi antara pemilik dengan investor dilakukan oleh Leland dan Pyle (1977). Di dalam menentukan harga, pihak penentu harga sangat memperhatikan informasi perusahaan. Apabila di antara mereka tidak memiliki informasi yang lengkap tentang perusahaan, maka akan terjadi perbedaan harga. Perbedaan harga di kedua pasar tersebut mestinya dapat dihindarkan apabila penentu harga di kedua pasar tersebut memiliki informasi yang sama terhadap perusahaan yang go public. Pemilik lama dan manajemen merupakan pihak yang memiliki informasi secara lengkap tentang perusahaannya, sedangkan investor tidak memiliki informasi secara lengkap.
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor potensial dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Agar laporan keuangan dapat lebih dipercaya, maka laporan keuangan harus diaudit. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangannya telah diaudit oleh KAP (Keputusan Menteri Keuangan RI No 859/KMK.01/1987).
Rumusan Masalah
Dalam melakukan penjualan saham perdana harga saham perusahaan cenderung underpriced, yaitu harga saham pada penawaran perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan saham di pasar sekunder pada hari pertama. Emiten sebagai perusahaan yang menginginkan penambahan dana yang maksimal melalui penjualan saham perdana, seringkali menentukan harga saham yang dijual pada pasar perdana dengan membuka penawaran harga yang tinggi. Sedangkan underwriter berusaha melakukan perundingan dengan emiten agar saham yang dijual tidak terlalu tinggi, karena investor menginginkan harga saham yang wajar dan berkualitas. Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat underpricing saham perdana telah diuji oleh para peneliti, namun hasil penelitian yang diperoleh tidak selalu konsisten antara penelitian satu dengan yang lainnya. Pada pasar perdana, informasi yang tersedia terbatas, pada penyediaan prospektus oleh perusahaan emiten. Ketidakseimbangan informasi dianggap sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya underpricing. Informasi prospektus menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh investor dalam membuat keputusan investasi. Informasi yang dimaksud adalah reputasi underwriter, reputasi auditor, ukuran perusahaan, dan komposisi dewan komisaris. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini mencoba memperoleh bukti empiris apakah reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, pertumbuhan laba, komposisi dewan komisaris, dan jumlah saham yang ditawarkan mempengaruhi tingkat underpricing saham perdana pada perusahaan Krakatau Steel pada saat initial public offerings (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris apakah variabel-variabel independen dalam penelitian ini, yaitu reputasi underwriter, reputasi auditor, ukuran perusahaan, pertumbuhan laba return on assets, financial leverage, solvability ratio, dan komposisi dewan komisaris mempengaruhi tingkat underpricing pada saat initial public offering (IPO).